Lawang Sewu, itulah nama yang kebanyakan orang kenal untuk mendeskripsikan sebuah bangunan bersejarah di semarang yang dulunya merupakan kantor dari Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS. Lawang Sewu dibangun pada tahun 1904 dan selesai pada tahun 1907. Bangunan ini terletak di bundaran Tugu Muda yang dahulu disebut Wilhelminaplein.
Khatulistiwa sebagai salah satu komunitas pemerhati lingkungan mencantumkan Lawang Sewu ke dalam daftar kunjungan ekspedisinya. Satu hal yang menjadi titik pandang Khatulistiwa adalah Seorang mahasiswa sebaik
nya tidak terlalu disibukkan dengan paradigma teoritikus, akan tetapi akan lebih baik jika diimbangi dengan pendidikan eksperimental-sosial, di antaranya dengan ekspedisi ke beberapa tempat bersejarah, guna menumbuhkan karakter nasionalis yang kental.
Setelah berangkat ke Jogjakarta untuk mengirimkan bantuan bagi korban letusan Gunung Merapi sekitar bulan Desember 2010 kemarin, pada tanggal 25-27 Februari 2011,Khatulistiwa kembali melakukan ekspedisi. Kali ini yang menjadi tujuannya adalah Lawang Sewu. Tim ekspeditor Khatulistiwa yang ikut dalam perjalanan ekspedisi ini berjumlah sebelas orang, antara lain Adi, Rezki, Riscy, Sandy, Arif, Diky, Arnaldi, Agung, Fuady, Eirin dan Vinesa.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj93VDkXpDO6hhzpuR-DvG8gyZ279cwGKRJd8c_wGxA1-k8vX3EoKKl1DekO-1dFAfvyjEt_4bI4H8qmTngNxQE_rGuf5K20CNHfXD0reb-GF0ww0nz-bsQFCrA-aS4SvrgHazkR48flG4/s320/jk.jpg)
Dengan menggunakan kereta api kelas ekonomi, tim Khatulistiwa meluncur ke kota Semarang, Jawa Tengah.
Di tengah ekspedisi, tim Khatulistiwa mengalami hambatan prosedural karena Gedung A (Lawang Sewu) tidak diijinkan untuk umum karena masih pada proses renovasi. Bersama Nani, seorang guide tour Lawang Sewu, tim Khatulistiwa memulai ekspedisi Lawang Sewu.
Berdasarkan informasi, Lawang Sewu yang merupakan bangunan klasik dan megah ini setelah kemerdekaan, dipakai sebagai kantor Djawatan Kereta Api Indonesia (DKARI) Semarang yang juga merupakan kantor perusahaan kereta api Indonesia pertama sebelum dipindahkan ke Bandung. Selain itu pernah dipakai sebagai Kantor Badan Prasarana Komando Daerah Militer (Kodam IV/Diponegoro) dan Kantor Wilayah (Kanwil) Departemen Perhubungan Jawa Tengah. Akan tetapi sekarang, Gedung ini selain digunakan sebagai tempat wisata, Gedung A lantai II akan dikembalikan fungsinya sebagai kantor PT KAI berhubung renovasi gedung hampir selesai.
Tim memulai track ekspedisi dari Gedung B lantai I, memasuki setiap ruangan yang besar. Beberapa ruangan yang kami masuki, merupakan latar dari film Ayat-Ayat Cinta dan Lawang Sewu. Di lantai kedua, tim bersama guide menelusuri serangkaian ruangan yang berjejer lurus dan setiap pintunya jika dilihat dari ujung ruangan akan terlihat jejerang gerebong kereta. Kemudian tim melanjutkan ekspedisinya ke salah satu gedung yang dipakai khusus untuk kamar mandi. “Untuk kamar mandi, sengaja dulu dipisahkan dengan gedung yang lain agar baunya tidak tercium di gedung utama,” kata Nani, guide.
Trek ekspedisi yang paling mengagumkan adalah ruangan bawah tanah yang sampai sekarang lantainya tergenang oleh air. Pada saat gedung dikuasai oleh Belanda, ruangan bawah tanah ini digunakan sebagai ruangan pendingin gedung yang dipenuhi oleh air. Pada saat itu belum ada teknologi AC modern. Namun ketika gedung dikuasai oleh Jepang, ruangan bawah tanah digunakan sebagai penjara bawah tanah bagi penduduk pribumi. Ironisnya, ketika jaman penjajahan Jepang, orang-orang yang dipenjara ini memang dibiarkan terkurung tanpa makanan dan minuman di dalam ruangan yang sangat sempit dengan kondisi tergenang air sampai leher orang dewasa. Tawanan yang telah belum tewas akan dipenggal di ruangan khusus. Sebelum kepala narapidana yang dipenggal, tangan dan kakinya terlebih dahulu yang akan ditebas dengan pedang samurai. Selanjutnya, tawanan yang telah tewas dibuang ke sungai yang terletak di belakang gedung.
Lawang sewu merupakan tempat di mana pernah berlangsungnya peristiwa pertempuran Lima hari (14-19 Oktober 1945) antara pemuda AMKA (Angkatan Muda Kereta Api) dengan Kempetai dan Kidobutai, Jepang.
Sebagai salah satu dari 102 bangunan kuno dan bersejarah di kota Semarang, memang Lawang Sewu wajib dilindungi. Lawang Sewu memiliki menara kembar model gothic yang terletak di sisi kanan dan kiri pintu gerbang utama. Gedung yang dibangun dengan bahan-bahan yang dibawakan langsung dari Belanda dengan arsitektur yang sangat indah ini pantas dijadikan tujuan alternatif untuk pendidikan eksperimental-sosial bagi kalangan pemuda atau mahasiswa. Menanggapi hal tersebut, peran pemerintah setempat tentunya memiliki peran yang besar dalam pemeliharaan gedung bersejarah tersebut.